Sunday 28 January 2018

TENTANG ILMU NAFI'


Assalamu'alaikum warohmatulloh wabarokaatuh


Ilmu Nafi’ adalah ilmu manfaat

Di dalam satu doa Baginda Nabi Muhammad Shollallohu Alihi Wassalam mengucapkan “Allâhumma innî as’aluka ‘ilman nafi‘an, wa a’ûdzu bika min ‘ilmin lâ yanfa’.” Artinya
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat”
(HR Ibn Hibbân).
Di dalam hadits lain beliau juga memerintahkan umatnya “Salû-Llâha ‘ilman nâfi‘an, wa ta‘awadzû biLlâhi min ‘ilmin lâ yanfa’.
Artinya “mohonlah kepada Allah ilmu yang bermanfaat, dan mohonlah perlindungan kepada-Nya dari ilmu yang tidak bermanfaat” (HR Ibn Mâjah).

Doa dan perintah Nabi Muhammad Sholallohu'Alaihi Wasalam dalam hadits di atas penting untuk diingat dan diamalkan.
Di dalamnya ada isyarat bahwa ilmu bukan dinilai dari banyaknya, tetapi dari manfaatnya.
Ilmu yang bermanfaat akan menghantarkan seseorang meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, ilmu yang tidak bermanfaat akan menjerumuskan seseorang ke jurang kebinasaan. Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa
“ilmu terbagi dua. Pertama ilmu yang hanya di lisan yang merupakan hujjah Allah kepada manusia, dan
ilmu yang meresap sampai ke hati itulah ilmu yang bermanfaat” (HR al-Darimi).

Pandangan Imam al-Ghazali rohimahullah  Tentang Ilmu Nafi’

Begitu pentingnya masalah ilmu nafi’ ini banyak ulama ikut merumuskan konsepnya.
Imam al-Ghazali (450-505 H) adalah satu dari sekian banyak ulama besar yang menekankan pentingnya ilmu nafi’.
Ulama dengan banyak karya monumental seperti Ihya’ Ulumiddin, Bidayatul Hidayah, Ayyuhal Walad, al-Munqidz min al-Dhalal dan
Tahafut al-Falasifah memang dikenal dengan pemikirannya yang sangat fundamental. Buah pemikirannya bahkan mampu membangkitkan generasi hebat sekaliber
Nuruddin Zanki dan Shalahuddin al-Ayyubi. Tidak berlebihan jika Imam al-Ghazali disebut sebagai pembaharu (mujaddid) abad kelima.

Menurut Imam al-Ghazali umat Islam harus memahami ilmu nafi’.
Sebab seseorang yang tidak memahami ilmu nafi’ akan terjerumus pada ilmu yang berbahaya (al-ilmu al-dhar).
Ilmu yang berbahaya ini akan digunakan sebagai alat mengeruk kepentingan duniawi. Ilmu seperti itu hakikatnya adalah sebuah kebodohan dan
sumber kerusakan yang terjadi di alam semesta. (Ihya’ Ulumuddin hlm. 438).

Melihat pentingnya ilmu nafi’ ini, Imam al-Ghazali merumuskan konsepnya lengkap dengan indikator-indikatornya.
Menurutnya, “ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membuatmu bertambah takut kepada Allah, membuat mata hatimu semakin tajam terhadap aib-aibmu,
menambah ma’rifatmu dengan menyembah-Nya, mengurangi keinginanmu terhadap dunia, menambah keinginanmu terhadap akhirat,
membuka mata hatimu tentang rusaknya segala amalmu sehingga engkau menjaga diri dari kerusakan itu, dan membuatmu teliti atas perangkap dan tipu daya setan
(Bidâyatul Hidâyah hlm. 19).

Konsep ilmu nafi’ yang dirumuskan Imam al-Ghazali ini begitu komperhensif. Konsep ilmu yang dirumuskan untuk membentuk manusia yang beradab. Diawali dengan adab kepada Allah. Menurut Imam al-Ghazali, rasa takut dan ketundukan merupakan buah utama dari ilmu nafi’. Kedua sifat ini kemudian membuahkan ketaaatan terhadap perintah Allah sekaligus mencegah dari maksiat kepada-Nya.( Roudlotuttholibîn wa ‘Umdatussalikîn hlm. 48).
Pendapat Imam al-Ghazali ini sesuai dengan QS Fathir:28 bahwa sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang berilmu (ulama).
Dalam masalah ini Imam al-Ghazali juga mengutip pendapat Ibn Mas’ud yang menyatakan bahwa “ilmu itu bukanlah hanya banyaknya riwayat,
sesungguhnya ilmu itu berbuah rasa takut kepada Alloh (Ihya’ Ulumiddin, Juz I, hlm. 88)
wallohu'alam
Alhamdulillah mohon maaf jika ada keselahan akhirul kalam wasalamu'alaikum warohmayulloh wabarokaatuh

No comments:

Post a Comment